![]() |
Gambar istimewa ; saat mahasiswa kepung Kejagung RI. |
reaksipublik.com, Jakarta – Puluhan mahasiswa dan pemuda asal Sulawesi Tenggara yang tergabung dalam Konsorsium Mahasiswa dan Pemuda Sultra Jakarta Menggugat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Selasa, 17 Juni 2025.
Massa menuntut pengusutan tuntas terhadap aktivitas pertambangan nikel oleh PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) di Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, yang mereka nilai sebagai bentuk perusakan lingkungan berskala masif.
Sejak mulai beroperasi dan mengekspor ore nikel pada 2019, PT TMS disebut-sebut telah mengangkut lebih dari 14 juta metrik ton nikel. Jejak aktivitas itu, menurut para aktivis, meninggalkan dampak serius berupa pencemaran tanah dan air, kerusakan ekosistem, hingga ancaman terhadap kesehatan masyarakat.
Tak hanya itu, massa juga menyoroti dugaan keterlibatan keluarga Gubernur Sultra, Mayjen (Purn) Andi Sumangerrukka, dalam kepemilikan perusahaan tambang tersebut.
Berdasarkan data yang mereka himpun, 99 persen saham PT TMS dikuasai oleh PT Bintang Delapan Tujuh Abadi, yang disebut berada di bawah kendali AN, putri sang gubernur. Satu persen lainnya, kata mereka, atas nama ANH, istri gubernur yang dijuluki “Ratu Nikel Sultra.”
“Ini bukan semata pelanggaran lingkungan. Ini kejahatan terorganisir, yang menjadikan kekuasaan sebagai instrumen perampasan sumber daya negara,” ujar Arnol Ibnu Rasyid, juru bicara konsorsium, dalam orasinya.
Arnol mendesak Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa AN dan ANH yang dituding sebagai aktor intelektual di balik jaringan bisnis tambang nikel di Pulau Kabaena. Ia juga meminta aparat penegak hukum tak gentar membongkar skema penjualan ore nikel ilegal oleh PT TMS dan sejumlah perusahaan lain.
Menurut konsorsium, volume ore nikel yang diduga dijual secara ilegal sejak 2019 mencapai lebih dari 14 juta “Kami akan kembali datang ke Kejagung pada Jumat ini untuk menyerahkan data tambahan. Negara tak boleh kalah oleh mafia tambang,” tegas Arnol.
Aksi ini juga didukung oleh dua organ penting, yakni P21Nusantara dan Forum Komunikasi Mahasiswa Hukum Sultra (FKMH Sultra). Mereka menuntut pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT TMS dan pemulihan ruang hidup masyarakat Pulau Kabaena.
“Kabaena bukan zona industri. Kabaena adalah ruang hidup warga. Hentikan operasi tambang. Cabut IUP-nya!” teriak Arnol di hadapan barikade aparat.
Para aktivis menilai struktur kepemilikan saham PT TMS yang tercatat di Kementerian Hukum dan HAM hanya bentuk kamuflase hukum untuk menutupi pemilik sebenarnya. Mereka menduga telah terjadi praktik cuci nama untuk meloloskan kepentingan elit politik.
Selain menyeret nama keluarga Gubernur, massa juga mempertanyakan lonjakan kekayaan Andi Sumangerrukka. Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), mantan Pangdam XIV/Hasanuddin itu kini tercatat sebagai gubernur terkaya kedua di Indonesia setelah Gubernur Maluku Utara.
“Kami punya alasan kuat menduga bahwa kekayaan fantastis tersebut bukan hasil gaji semata, melainkan hasil pembiaran dan keterlibatan dalam skandal pertambangan Pulau Kabaena,” kata Arnol.
Hingga berita ini diturunkan, pihak media masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari PT TMS, AN, maupun ANH serta Gubernur Sultra terkait tudingan tersebut.