Pasalnya, pada kasus korupsi pertambangan di Blok Mandiodo yang sebelumnya di ungkap oleh Kejaksaan Tinggi di bawah kepemimpinan Patrialis Akbar belum sepenuhnya di tuntaskan.
Hal itu di ungkapkan oleh Ketua Garda Pemuda Sulawesi Tenggara Aksan setiawan melalui keterangan tertulisnya yang di terima media ini, (18/6/25).
Menurut Aksan, kenyamanan yang di dapatkan oleh KUPP Molawe berbanding terbalik dengan peran KUPP Molawe dalam praktik penjualan ore nikel ilegal dari dalam wilayah IUP PT. Antam UBPN Konawe Utara.
“Sampai hari ini kami masih bertanya-tanya, bagaimana bisa tidak satupun dari pihak KUPP Molawe yang turut terlibat dalam pusaran kasus korupsi pertambangan di dalam wiup PT. Antam UBPN Konawe Utara”. Ucap Aksan dengan nada keheranan
Aktivis Nasional itu menuturkan, bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) dinilai melewatkan salah satu momen penting saat pengungkapan kasus korupsi pertambangan di Blok Mandiodo, Konawe Utara.
“Kami sudah telusuri kembali dari awal kasus korupsi pertambangan di blok mandiodo di ungkap sampai sudah vonis, pihak Kejati Sultra tidak mengungkit terkait penjualan ore nikel yang di lakukan secara ilegal melalui jetty Sudiro”. Beber pria yang akrab disapa Ast itu
Lebih lanjut, jebolan UNSULTRA itu menjelaskan bahwa Jetty sudiro merupakan terminal khusus yang di bangun tanpa izin pembanguan dan di operasikan tanpa izin pengoperasian.
Namun kata dia, pada tahun 2023 di taksir sekitar ratusan ribu hingga jutaan ton ore nikel dari wilayah IUP PT. Antam UBPN Konut keluar melalui jetty tersebut.
Ironisnya, Kejati Sultra dinilai tidak pernah mengungkap terkait penggunaan jetty Sudiro untuk kegiatan bongkar/muat hingga penjualan nikel ilegal.
“Seharusnya Kejati Sultra mampu mengungkap itu, baik pemilik jetty, pihak yang menggunakan hingga terbitnya SPB dari KUPP Molawe terhadap kapal yang berlayar dari jetty ilegal tersebut”. Sesalnya
Oleh sebab itu, Kejati Sultra di bawah kepemimpinan yang baru di harapkan dapat mengungkap praktil penjualan ore nikel ilegal di jetty Sudiro pada tahun 2022 – 2023 lalu.
“Ini mestinya bisa di ungkap, karena jetty Sudiro bukan terminal umum bahkan diduga tidak mengantongi izin pembangunan dan pengoperasian terminal khusus. Namun faktanya jetty itu di gunakan untuk mengeluarkan cargo ilegal dari wilayah IUP PT. Antam UBPN Konawe Utara” Bebernya
Jika di bandingkan dengan kasus korupsi pertambangan di Kabupaten Kolaka Utara yang saat ini sedang di usut oleh Kejati Sultra, maka menurutnya akan terlihat jelas upaya diskriminatifnya.
Sebab, pada kasus korupsi pertambangan di Kab. Kolaka Utara, Kepala KUPP di tetapkan sebagai tersangka karena menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk kapal tongkang yang diduga memuat cargo ilegal di Jetty PT. Kurnia Mining Resources (KMR)
“Perbedaannya jelas sekali, Kepala KUPP Kolaka di tetapkan tersangka karena menerbitkan SPB untuk kapal tongkang yang diduga memuat cargo ilegal di jetty PT. KMR. Lantas bagaimana dengan KUPP Molawe yang menerbitkan SPB untuk kapal tongkang yang diduga memuat cargo ilegal di jetty Sudiro yang juga diduga sebagai jetty ilegal”. Jelasnya
Terakhir, pihaknya berharap agar Kejati Sultra bisa kembali mengusut dan membongkar kasus penjualan cargo yang diduga berasal dari WIUP PT. Antam UBPN Konawe Utara melalui jetty Sudiro di Desa Tapunopaka, Kec. Molawe, Kab. Konawe Utara.
“Kami harap agar penegakan hukum di Bumi Anoa ini di lakukan secara adil, jangan ada tindakan diskriminatif apalagi di instituai penegak hukum sekelas Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara”. Tutupnya
Sampai berita ini di tayangkan, pihak media masih berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak bersangkutan untuk dimintai keterangan.