REAKSIPUBLIK.COM - Kasus terorisme di Indonesia tercatat muncul pertama kali pada 1981. Sejak saat itu hingga kini, hampir setiap tahunnya terjadi aksi teror di berbagai wilayah di Indonesia, terutama saat malam Natal dan Tahun Baru. Secara historis, kehadiran terorisme diprediksi muncul sejak ribuan tahun lalu, tepatnya di masa Yunani Kuno. Di masa itu, Xenophon menggunakan taktik psychological warfare sebagai upaya memperlemah lawannya.
Sedangkan menurut UU terorisme, dalam Pasal 1 angka 2 Perpu 1/2002jo. UU 5/2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Melihat persoalan terorisme sebagaimana dijelaskan dalam UU diatas, Koordinator Nusa Ina Connection, Abdullah Kelrey angkat bicara terkait dengan isu radikalisme yang yg telah diputuskan pada forum PBB untuk menetapkan 15 Maret 2019 lalu sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia.
"Kami sangat apresisasi keputusan tersebut, itu bagi kami wajib hukumnya, artinya dunia sudah sepaham dan sepakat melawan kelompok terorisme."
Dalam kesempatan ini, Abdullah Kelrey mengingatkan kepada pemerintah Indonesia khususnya BADAN INTELIJEN NEGARA (BIN) dan BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT) untuk memasifkan deteksi dini terhadap gerakan terorisme yang sedang mengalir di indonesia bagaikan air yang mengalir di dalam sungai besar.
"BIN dan BNPT harus memasifkan deteksi dini terkait persoalan terorisme di Indonesia, sebab gerakan tersebut sudah mengalir gingga ke selokan - selokan kehidupan bangsa ini bagaikan air yang mengalir di sungai besar"
Jika tidak masif untuk melakukan deteksi dini maka, bibit - bibit terorisme ini pasti tumbuh subur di bangsa ini, sebab ada faktor yang mempegaruhi manusia atau orang - orang yang kena dampak dari radikalisme hingga melakukan aksi teror, dampak tersebut adalah kurangnya pemahaman keagamaan yang tidak lengkap, ketidaksempurnaan seseorang dalam memahami ajaran agama, itu juga merupakan salah satu faktor penyebab melakukan tindakan teror. Ujar Abdullah Kelrey, Kamis, (34/03/2022).
Selain itu juga, persoalan kemiskinan. Teroris dan kemiskinan merupakan kondisi yang saling melengkapi. Kemiskinan merupakan alasan untuk membungkus nafsu emosional yang meyakini perjuangan seseorang adalah benar dan meyakini nilai-nilai terorisme sebagai hal yang benar dan ini berakibat fatal terhadap keamanan negara.
Terakhir putra asal pulau seram ini, menegaskan bahwasanya, terorisme adalah musuh bersama yang perlu di lawan serta dimusnakan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mumpung presiden Jokowi juga dengan tegas menginstruksikan agar sama - sama kita lawan gerakan radikalisme. Sebab bagi Nusa Ina Connection, perlawanan terhadap gerakan radikal sudah menjadi Sunnatullah, karena bukan kita, siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Tutupnya