![]() |
Massa menilai Brigadir SH kerap menangani sejumlah laporan dengan pola yang sama, terutama yang melibatkan pelapor berinisial H.AI atau orang-orang di lingkarannya. Sejumlah kasus yang ditangani oleh Brigadir SH antara lain:
- 2016 – Laporan H.AI dkk terhadap “M” terkait dugaan penyerobotan. Terlapor ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
- 2023 – Laporan H.AI terhadap Saf dkk terkait dugaan penipuan atau penggelapan hak atas tanah. Terlapor ditetapkan tersangka, ditahan, namun kemudian divonis bebas oleh PN Pasarwajo.
- 2025 – Laporan “Ir” terhadap “Ar” terkait dugaan pemalsuan surat. Terlapor ditetapkan tersangka, diketahui Irsan (anak buah H.AI) ikut terlibat.
Menurut AP2H Sultra, pola penanganan kasus ini mengindikasikan adanya dugaan “penyidik pesanan” karena setiap laporan yang melibatkan H.AI selalu ditangani oleh penyidik yang sama.
Mereka menilai Brigadir SH telah melanggar asas imparsialitas, prosedur penyidikan, hingga memunculkan dugaan adanya intervensi eksternal.
Dalam aksinya, massa menyampaikan tiga tuntutan utama:
- Kapolda Sultra diminta menindak tegas oknum penyidik Brigadir SH yang dianggap mencoreng nama baik institusi.
- Mendesak pencopotan Brigadir SH dari tugas penyidikan atas dugaan ketidakprofesionalan dan minim transparansi.
- Meminta evaluasi menyeluruh serta penyegaran personel penyidik di Ditreskrimum Polda Sultra demi menjamin integritas dan objektivitas.
Koordinator AP2H Sultra, Jusmanto, SP, menegaskan pihaknya akan terus mengawal tegaknya hukum yang adil dan transparan.
“Kami percaya hukum adalah pilar utama menjaga kepercayaan publik terhadap negara. Jika hukum dipermainkan, maka demokrasi dan hak asasi manusia ikut terancam,” ujarnya.
Ia menambahkan, kepolisian tidak boleh menjadi alat kepentingan segelintir pihak, melainkan harus menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi, dan profesionalisme dalam setiap proses hukum.