Iklan

terkini

OPINI Fenomena Parodi Kanda Karca: Belajar Dunia dari Bayangan Senior Iin Nirmala ( Alumni Stikes Nani Hasanuddin)

Agha_sebasta
, Oktober 07, 2025 WIB Last Updated 2025-10-07T15:26:38Z

reaksipublik.com|| Dalam pusaran organisasi kampus, kerap hadir fenomena yang tak jarang dibalut dengan parodi salah satunya kanda karca, sebuah simbol yang lahir dari interaksi antara junior dan senior. Sekilas ia tampak sebagai bahan candaan, bahkan sindiran, namun di baliknya tersimpan makna yang lebih dalam: sebuah refleksi tentang bagaimana peran senior selalu hadir dalam denyut kehidupan berorganisasi mahasiswa.


Senior bukan sekadar bayang-bayang masa lalu, bukan pula menara gading yang hanya dikenang. Mereka adalah jendela, yang lewat retakan kaca pengalamannya, junior bisa melihat dunia. Dari senior, kita belajar bahwa idealisme bukan hanya kata-kata manis dalam buku teori, melainkan sesuatu yang diperjuangkan dengan luka, jatuh, dan bangkit. Mereka adalah perahu yang pernah dihantam badai, tetapi tetap melaju, sehingga kita yang baru hendak berlayar bisa memahami arah angin.


Parodi kanda karca pada akhirnya adalah ruang dialog yang menyiratkan betapa wajar bahkan sah-sah saja kehadiran senior dalam dinamika kampus. Kehadiran mereka bukan belenggu, melainkan cahaya redup yang menuntun jalan. Dari senior kita menyerap pelajaran empiris tentang jatuh bangunnya organisasi, tentang peliknya menjaga solidaritas, tentang getirnya idealisme yang terkadang tergerus pragmatisme. Dari mereka pula kita merangkai cita, belajar idealisme yang tak berhenti pada ruang kampus, melainkan menjembatani menuju dunia kerja dan kehidupan sosial yang lebih luas.


Maka, dalam setiap parodi yang kita tertawakan, terselip pengingat: bahwa generasi adalah estafet. Senior bukan beban, melainkan saksi jalan panjang yang kita tempuh. Melalui mereka, kita belajar bahwa organisasi bukan hanya soal siapa yang memimpin hari ini, tetapi tentang siapa yang mampu menyalakan api agar tak padam di esok hari.


Namun, di balik penghormatan itu, perlu juga kebijaksanaan. Tidak semua senior patut dijadikan teladan. Ada yang hadir hanya bicara lantang tanpa isi, dan menasihati tanpa memberi teladan. Senior semacam ini hanyalah bayang tanpa cahaya oknum yang miskin pengalaman dan dangkal intelektual, yang kadang menutupi ketidak matangannya dengan gengsi semu.


Sebaliknya, ada senior yang memberi dengan tulus bukan hanya lewat kata, tapi lewat waktu, tenaga, pemikiran, bahkan uang. Mereka tidak selalu muncul di panggung depan, tetapi diam-diam menopang gerak organisasi agar tak runtuh. Mereka bukan hanya guru dalam pengalaman, tetapi sahabat dalam perjuangan. Dari merekalah kita belajar arti loyalitas dan tanggung jawab bahwa menjadi senior bukan soal usia atau masa aktif, melainkan tentang seberapa besar kontribusi yang ditinggalkan.


Bagi junior, bijaklah menilai. Bedakan antara senior yang memberi manfaat dan yang hanya menuntut penghormatan tanpa alasan. Jangan sampai kita menjadi generasi yang pandai menertawakan, tapi miskin memahami. Dan kelak, ketika giliran kita yang menjadi “kanda”, jangan biarkan sejarah terulang dengan kesombongan baru.


Karena pada akhirnya, hidup berorganisasi adalah perjalanan yang saling bersambung. Junior hari ini adalah senior esok hari. Maka jangan jadi “kacang yang lupa kulitnya”, sebab dari akar yang sama kita tumbuh, dari pengalaman yang sama kita ditempa. Parodi boleh jadi hiburan, tetapi hormat dan kebijaksanaan tetap harus dijaga sebab organisasi yang besar bukan hanya lahir dari tawa dan kritik, tapi juga dari rasa hormat dan kebersamaan lintas generasi.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • OPINI Fenomena Parodi Kanda Karca: Belajar Dunia dari Bayangan Senior Iin Nirmala ( Alumni Stikes Nani Hasanuddin)

Terkini

Iklan