![]() |
Jakarta, reaksipublik.com || Konsorsium Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (Komando) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) Republik Indonesia.
Aksi tersebut digelar untuk mendesak lembaga pengawas peradilan agar memeriksa dugaan praktik suap yang diduga melibatkan majelis hakim dan panitera pengganti di Pengadilan Negeri (PN) Kendari dalam perkara nomor 563/Pid.b/2018/PN Kendari yang diputus pada 16 Januari 2019.
Dalam perkara tersebut, majelis hakim menyatakan Deny Zainal bersalah dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama tiga bulan. Namun, Ketua Komando Alki Sanagri menilai terdapat kejanggalan dalam dokumen putusan.
Menurutnya, pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Kendari, tercantum barang bukti berupa “2 (dua) tumpukan ore nikel”, sementara pada salinan putusan justru tertulis “2 (dua) tumpukan ore nikel 100.000 MT”.
“Ini jelas berbeda dan sangat merugikan Deny Zainal. Dugaan kami ada unsur suap yang membuat angka 100.000 MT itu muncul dalam salinan putusan,” ujar Alki Sanagri.
Ia menjelaskan bahwa akibat penambahan volume tersebut, pihak lain yakni Budhi Yuwono menjadi diuntungkan karena menggunakan putusan itu sebagai dasar klaim atas keseluruhan ore nikel di stok file PT Multi Bumi Sejahtera, Desa Dunggu, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe, termasuk yang berada di Desa Motui dan Kelurahan Mata.
“Budhi Yuwono berpegang pada volume 100.000 MT untuk mengklaim seluruh ore nikel tersebut,” lanjut Alki.
Deny Zainal sendiri dua kali dilaporkan oleh Budhi Yuwono ke Polda Sulawesi Tenggara atas dugaan pencurian ore nikel. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan di lokasi, ditemukan bahwa barang bukti dua tumpukan ore nikel tersebut masih berada di tempat yang sama seperti saat diserahkan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Budhi Yuwono.
Atas dasar itu, kedua laporan Budhi Yuwono tidak diproses lebih lanjut oleh kepolisian.
Namun, akibat adanya penambahan angka 100.000 MT pada putusan sebelumnya, Deny Zainal kini kembali dilaporkan ke Mabes Polri dan tengah menjalani persidangan di PN Kendari dengan nomor perkara 294/Pid.b/2025/PN Kendari.
“Kami meminta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk mengawasi jalannya proses persidangan tersebut agar berlangsung objektif dan bebas dari intervensi,” tegas Alki Sanagri.
Selain itu, Komando juga mendesak kedua lembaga pengawas peradilan tersebut untuk memeriksa majelis hakim maupun panitera pengganti yang menangani perkara nomor 563/Pid.b/2018/PN Kendari guna mengungkap alasan di balik munculnya penambahan volume 100.000 MT dalam amar putusan.
“Ini penting demi menjaga integritas peradilan di Indonesia dan memastikan tidak ada pihak yang dirugikan akibat manipulasi dokumen hukum,” tutup Alki Sanagri.