![]() |
Ketua Umum PP KAPPOLDA, Pikran Lapoki, menilai penanganan kasus tersebut oleh Polda Sultra terkesan janggal dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Ia menegaskan, publik menunggu keterlibatan aktor intelektual yang sesungguhnya dalam kasus ini, yakni mantan Gubernur Sultra, Ali Mazi.
“Korupsi ini terjadi pada masa kepemimpinan Ali Mazi sebagai Gubernur Sultra, dan bahkan nama kapal yang dibeli menggunakan uang negara itu identik dengan namanya. Namun anehnya, sampai hari ini yang dijadikan tersangka hanyalah bawahannya,” ujar Pikran kepada media, 22/09/25.
Menurut Pikran, fakta penamaan Kapal Azimut Atlantis 43 menjadi salah satu indikasi kuat bahwa mantan Gubernur Sultra, Ali Mazi, tidak bisa dilepaskan dari perkara tersebut. “Ini petunjuk yang tidak boleh diabaikan. Sangat mungkin pengadaan kapal senilai miliaran rupiah itu diketahui dan disetujui langsung oleh Ali Mazi selaku kepala daerah saat itu,” tegasnya.
Pikran juga menambahkan, pihaknya tidak bermaksud meragukan kinerja penyidik Polda Sultra. Namun, keraguan publik semakin besar karena proses hukum yang berjalan justru tidak menyentuh pihak-pihak yang diduga sebagai otak utama dari kasus korupsi tersebut.
Dengan anggaran mencapai Rp9,8 miliar, pengadaan Kapal Pesiar Azimut Atlantis 43 itu menurutnya wajib diusut secara menyeluruh dan transparan. Karena itu, KAPPOLDA lebih memilih mempercayakan supervisi penanganan kasus ini kepada KPK RI.
“Kami berharap KPK turun tangan agar pengusutan kasus ini dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai harapan masyarakat Sultra. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” ujar aktivis nasional asal Sulawesi Tenggara itu.
Lebih lanjut, Pikran menyampaikan bahwa pihaknya sudah menyiapkan langkah nyata untuk mendorong KPK mengambil alih kasus ini. “Hari ini kami sudah menyurat ke Polda Metro, dan dalam tiga hari ke depan kami akan menggelar aksi di KPK RI sebagai bentuk desakan resmi,” jelasnya.
Di akhir pernyataannya, Pikran menegaskan pihaknya bersama PP KAPPOLDA akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. “Kami tidak akan berhenti sampai KPK benar-benar turun tangan mengusut kasus kapal pesiar senilai Rp9,8 miliar ini,” tutupnya.
Redaktur ; Agha Sebasta