![]() |
Konawe Selatan, reaksipubil.com ||Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang (P) Konawe Selatan secara tegas menolak pembangunan Terminal Khusus (Tersus) atau jetty milik PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS) seluas 2,231 hektar yang berlokasi di Desa Ulusawa, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan. (29/09/25).
Pembangunan tersebut diduga tidak memiliki dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Ketua Umum HMI Cabang (P) Konawe Selatan, Tri Wibowo S, menilai bahwa proyek terminal khusus tersebut akan memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan nelayan setempat. Ia menyoroti bagaimana ruang laut yang sebelumnya dimanfaatkan secara umum oleh masyarakat, kini berpotensi dikuasai oleh korporasi untuk kepentingan pribadi.
"Komodifikasi ruang laut dalam konteks ini dapat dijelaskan dari sudut pandang Marxisme, di mana perusahaan mengambil alih ruang publik untuk keuntungan privat. Hal ini menyebabkan alienasi terhadap komunitas lokal, terutama para nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya dari laut," ungkap Tri Wibowo.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa aktivitas pembangunan tersebut diduga kuat telah melanggar berbagai regulasi, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan.
Tri Wibowo juga menyerukan agar pihak berwenang tidak merampas hak para nelayan dalam mengakses dan mencari nafkah di laut.
Sebagai tindak lanjut, HMI Cabang (P) Konawe Selatan berencana menggelar aksi di Kantor Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara. Mereka akan mendesak Dinas ESDM untuk mengirimkan surat resmi kepada Kementerian ESDM RI guna mencabut IUP PT GMS yang diduga cacat secara administratif.
Selain itu, HMI juga meminta Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Lapuko untuk tidak mengeluarkan izin berlayar dalam proses pengangkutan nikel oleh perusahaan tersebut.
“Kami menegaskan, perjuangan ini adalah bentuk keberpihakan kami terhadap masyarakat pesisir, khususnya nelayan yang terdampak langsung. Jangan rebut hak hidup mereka,” tutup Tri Wibowo.